Jumat, 23 Oktober 2015

Air Terjun Alas Kandung, Grojokan Sewunya Tulungagung


Air Terjun Alas Kandung
Air Terjun Alas Kandung  terletak di wilayah pinggiran Alas (Hutan) Kandung Desa Tanen, Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung. berjarak sekitar 28 kilometer dari pusat Kota Tulungagung, atau sekitar 30 kilometer dari Kota Blitar ini, hanya dalam waktu 1 jam perjalanan.

Rute menuju ke sana agak rumit terutama bagi yang belum pernah ke Tulungagung karena belum adanya petunjuk jalan yang jelas. Namun sudah dapat dijangkau baik kendaraan roda dua maupun empat. Lokasi air terjun juga tidak jauh dari pemukiman warga, hanya butuh berjalan sekitar 100 meter untuk sampai ke lokasi.







Air Terjun Alas Kandung memiliki 3 tingkatan dengan ketinggian yang bervariasi, paling tinggi di puncak air terjun memiliki ketinggian sekitar 15 meter. Airnya yang terlihat ke biru-biruan yang sangat menggoda untuk kita berenang. Namun perlu diketahui kedalaman Air Terjun Alas Kandung lumayan dalam sekitar 4-8 meter, sehingga bagi yang tidak ahli renang ata tidak membawa perlengkapan berenang sebaiknya menahan diri untuk berendam di Air Terjun Alas Kandung ini. Walaupun tidak berenang Anda masih bisa melakukan aktifitas lain seperti berfoto-foto.

Aliran Air terjun minim akibat kemarau panjang
Air Terjun Alas Kandung dikelilingi pepohonan yang sangat rindang menambah tentram suasana. Di dalam kolaman, ikan-ikan dan udang kecil akan menghampiri ketika kita memasukkan kaki ke dalam air.


Sebenarnya obyek wisata ini bernama “Grojokan Sewu Alas Kandung” namun masyarakat lebih familier dengan sebutan “Air terjun Alas Kandung”.

Papan pengumuman dari acara MTMA
Kawasan ini semakin terkenal setelah Acara My Trip My Adventure TRANS TV pada 30 Mei 2015 yang lalu menyiarkan obyek wisata Air Terjun Alas Kandung. Sejak itu, animo pengunjung khususnya wisatawan domestik meningkat tajam. Tonton Video My Trip My Adventure pada tautan berikut ini: https://www.youtube.com/watch?v=Rnlb_OTX2TY

Sebelumnya, sekitar era 1990-an kawasan wisata alas kandung sempat dikembangkan Pemkab Tulungagung dengan menjadikannya sebagai kolam renang dan bumi perkemahan.


Bekas kolam renang wisata alas kandung
Seiring berjalannya waktu, pengelolaan yang tidak kontinyu dari daerah menyebabkan obyek wisata keluarga dan bumi perkemahan itu rusak dan terbengkalai. Hanya tersisa bangunan kolam yang sudah mengering dan ditumbuhi semak belukar.

Sejarah Alas (Hutan) Kandung
Menurut sejumlah buku sejarah, terutama buku Bale Latar, Blitar didirikan pada sekitar abad ke-15 oleh Nilasuwarna atau Gusti Sudomo, anak dari Adipati Wilatika Tuban, adalah orang kepercayaan Kerajaan Majapahit, yang diyakini sebagai tokoh yang mbabat alas.

Penjaga Kawasan Wisata Alas Kandung
Sesuai dengan sejarahnya, Blitar dahulu adalah hamparan hutan yang masih belum terjamah manusia. Nilasuwarna, ketika itu, mengemban tugas dari Majapahit untuk menumpas pasukan Tartar yang bersembunyi di dalam hutan selatan (Blitar dan sekitarnya). Sebab, bala tentara Tartar itu telah melakukan sejumlah pemberontakan yang dapat mengancam eksistensi Kerajaan Majapahit. Singkat cerita, Nilasuwarna pun telah berhasil menunaikan tugasnya dengan baik Bala pasukan Tartar yang bersembunyi di hutan selatan, dapat dikalahkan. Sebagai imbalan atas jasa-jasanya, oleh Majapahit, Nilasuwarna diberikan hadiah untuk mengelola hutan selatan, yakni medan perang yang dipergunakannya melawan bala tentara Tartar yang telah berhasil dia taklukkan. Lebih daripada itu, Nilasuwarna kemudian juga dianugerahi gelar Adipati Ariyo Blitar I dengan daerah kekuasaan di hutan selatan. Kawasan hutan selatan inilah , yang dalam perjalanannya kemudian dinamakan oleh Adipati Ariyo Blitar I sebagai Balitar (Bali Tartar). Nama tersebut adalah sebagai tanda atau pangenget untuk mengenang keberhasilannya menaklukkan hutan tersebut.

Kolaman tingkat ke dua
Sejak itu, Adipati Ariyo Blitar I mulai menjalankan kepemimpinan di bawah Kerajaan Majapahit dengan baik. Dia menikah dengan Dewi Rayung Wulan. Di tengah perjalanan kepemimpinan Ariyo Blitar I pada saat sang permaisuri hamil, terjadi sebuah pemberontakan yang dilakukan oleh Ki Sengguruh Kinareja, yang tidak lain adalah Patih Kadipaten Blitar sendiri. Ki Sengguruh pun berhasil merebut kekuasaan dari tangan Adipati Ariyo Blitar I, yang dalam pertempuran dengan Sengguruh dikabarkan tewas. Selanjutnya Sengguruh memimpin Kadipaten Blitar dengan gelar Adipati Ariyo Blitar II.


Adipati Ariyo Blitar II bermaksud menikahi Dewi Rayungwulan. Karena takut Dewi rayungwulan melarikan diri dan bersembunyi di hutang kandung. Begitu sang putra lahir oleh dewi rayungwulang diberi nama Joko Kandung. Setelah dewasa joko kandung diberitahu bahwa ayah kandungnya (Adipati Ariyo Blitar I) dibunuh oleh Sengguruh atau Adipati Ariyo Blitar II, maka joko Kandung pun membuat perhitungan. Dia kemudian melaksanakan pemberontakan atas Ariyo Blitar II, dan berhasil membalas dendam. Joko Kandung kemudian dianugerahi gelar Adipati Ariyo Blitar III. Namun sayangnya dalam sejarah tercatat bahwa Joko Kandung tidak pernah mau menerima tahta itu, kendati secara de facto dia tetap memimpin warga Kadipaten Blitar.

Rute
Untuk menuju Air Terjun Alas Kandung pertama-tama dari Alun-alun kota Tulungagung ambil arah timur sampai perempatan pasar Ngunut, sampai perempatan pasar atau stasiun Ngunut, ambil arah ke selatan. Setelah itu lanjut aja terus ke selatan sampai menemukan pertigaan, nah pertigaan pertama itu ambil jalan ke kiri. Jalan lagi aja terus sampai  pertigaan kedua, ambil kanan, nah itu ke arah selatan lurus saja terus. Sampai di sini untuk lebih jelasnya tentang rute menuju Air Terjun Alas Kandung bisa tanya ke warga di sekitar.
 
Jalan menuju air terjun
Tiket Masuk

Tidak ada tiket masuk, pengunjung cukup membayar parkir kendaraan sebesar Rp. 3000,- untuk motor.

Sabtu, 05 September 2015

Candi Brahu, Candi Terbesar Peninggalan Kerajaan Majapahit. Mojokerto JATIM


Candi Brahu merupakan salah satu candi yang terletak di dalam kawasan situs arkeologi Trowulan, bekas ibu kota Majapahit. Tepatnya, candi ini berada di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur dengan titik koordinat GPS 7°32'34"S   112°22'27"E atau sekitar dua kilometer ke arah utara dari jalan raya Mojokerto-Jombang.

Asal Nama
Nama candi ini, yaitu 'brahu', diduga berasal dari kata wanaru atau warahu. Nama ini didapat dari sebutan sebuah bangunan suci yang disebut dalam Prasasti Alasantan. Prasasti tersebut ditemukan tak jauh dari Candi Brahu.

Rute
1. Dari Timur melalui Surabaya: Dari terminal Purabaya/Bungurasih ambil bus jurusan Jombang, turun perempatan Trowulan, Mojokerto. Masuk arah kanan jalan / ke utara, ketemu pertigaan belok kiri (Barat) masuk sampai bertemu tikungan candi  Brahu.[Lihat disini]
2. Dari Barat melalui Jombang: Dari terminal Jombang ambil arah Mojokerto, turun perempatan Trowulan Mojokerto, Masuk arah kiri jalan / ke utara, ketemu pertigaan belok kiri (Barat) masuk sampai bertemu tikungan candi  Brahu.[Lihat disini]

Bangunan
Candi Brahu dibangun dengan batu bata merah, menghadap ke arah barat dan berukuran panjang sekitar 22,5 m, dengan lebar 18 m, dan berketinggian 20 meter.

Bentuk tubuh Candi Brahu tidak tegas persegi melainkan bersudut banyak, tumpul dan berlekuk. Bagian tengah tubuhnya melekuk ke dalam seperti pinggang. Lekukan tersebut dipertegas dengan pola susunan batu bata pada dinding barat atau dinding depan candi. Atap candi juga tidak berbentuk berbentuk prisma bersusun atau segi empat, melainkan bersudut banyak dengan puncak datar.

Pintu Masuk Candi Brahu
Kaki candi dibangun bersusun dua. Kaki bagian bawah setinggi sekitar 2 m, mempunyai tangga di sisi barat, menuju ke selasar selebar sekitar 1 m yang mengelilingi tubuh candi. Dari selasar pertama terdapat tangga setinggi sekitar 2 m menuju selasar kedua. Di atas selasar kedua inilah berdiri tubuh candi. Di sisi barat, terdapat lubang semacam pintu pada ketinggian sekitar 2 m dari selasar kedua. Mungkin dahulu terdapat tangga naik dari selasar kedua menuju pintu di tubuh candi, namun saat ini tangga tersebut sudah tidak ada lagi, sehingga sulit bagi pengunjung untuk masuk ke dalam ruangan di tubuh candi. Konon ruangan di dalam cukup luas sehingga mampu menampung sekitar 30 orang. Di kaki, tubuh maupun atap candi tidak didapati hiasan berupa relief atau ukiran. Hanya saja susunan bata pada kaki, dinding tubuh dan atap candi diatur sedemikian rupa sehingga membentuk gambar berpola geometris maupun lekukan-lekukan yang indah.

Bentuk Pondasi Candi
Candi Brahu dibangun dengan gaya dan kultur Budha. Diperkirakan, candi ini didirikan pada abad ke-15 Masehi meskipun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai hal ini. Ada yang mengatakan bahwa candi ini berusia jauh lebih tua daripada candi-candi lain di sekitar Trowulan.

Fungsi
Dalam prasasti yang ditulis Empu Sendok, bertanggal 9 September 939 (861 Saka), Candi Brahu disebut merupakan tempat pembakaran (krematorium) jenazah raja-raja. Akan tetapi, dalam penelitian tak ada satu pakar pun yang berhasil menemukan bekas abu mayat dalam Bilik Candi. Hal ini diverifikasi setelah dilakukan pemugaran candi pada tahun 1990 hingga 1995.
Kondisi Candi Sebelum Dipugar

Sekitar Candi
Diduga di sekitar candi ini banyak terdapat candi-candi kecil. Sisa-sisanya yang sebagian sudah runtuh masih ada, seperti Candi Muteran, Candi Gedung, Candi Tengah, dan Candi Gentong. Saat penggalian dilakukan di sekitar candi banyak ditemukan benda benda kuno, semacam alat-alat upacara keagamaan dari logam, perhiasan dari emas, arca, dan lain-lainnya.
Tanda Permukaan tanah di barat candi

Tiket Masuk
Gratis, Hanya mengisi daftar hadir sebelum masuk.
Baca juga
Museum majapahit: [Buka disini]
Patung Budha Tidur Mojokerto: [Buka Disini]

Rujukan

Senin, 17 Agustus 2015

Air Terjun Gajahan, Tambakboyo Tuban

Tuban rupanya tidak henti-hentinya menyuguhkan pesona alam yang luar biasa. Air terjun contohnya, sebut saja Air Terjun Nglirip yang sudah terlebih dahulu terkenal, kemudian Air Terjun Banyu Langsih yang tidak jauh dari kota Tuban, ada lagi Air Terjun Bongok yang baru booming awal tahun 2015-an, nah yang terbaru saat ini adalah Air terjun Gajahan yang mulai ramai dikunjungi setelah foto-fotonya banyak diunggah dan diperbincangkan di media sosial sekitar awal Maret 2015.


Air terjun gajahan terdapat di desa Ngulahan Kecamatan Tambakboyo Kabupaten Tuban JATIM. Berjarak sekitar 45 KM. dari pusat kota Tuban dan dapat ditempuh  selama kurang-lebih 1 jam perjalanan.

Aliran air dari air terjun gajahan
Lokasi Air Terjun Gajahan Tambakboyo ini dapat diakses dengan kendaraan roda 2 (motor) maupun roda 4 (mobil). Jika menggunakan motor anda dapat memarkir kendaraan di lahan sekitar persawahan sekitar 300 meter dari lokasi air terjun gajahan, sedangkan jika menggunakan mobil anda harus memarkir agak jauh di pinggir jalan.

Saat memarkir kendaraan usahakan titipkan pada pemuda desa yang biasa memberikan jasa parkir, karena lokasi di atas perbukitan yang sepi dan jauh dari permukiman sering kali mengundang tangan-tangan jahil untuk mencuri kendaraan para pengunjung yang terlalu asyik menikmati keindahan air terjun sehingga lupa dengan keamanan kendaraannya.

Turun ke sisi timur air terjun mesti menyaberang sungai
Dari penuturan pemuda setempat saat kami ke sana saja sudah tercatat 2 motor pengunjung yang hilang. Jadi lebih baik kita mengeluarkan uang sekitar Rp. 10.000,- buat parkir daripada kita kehilangan kendaraan yang harganya jutaan-puluhan juta kan.

Bendungan yg tidak jauh dari air terjun
Setelah memarkir kendaraan dan melewati jalan setapak persawahan anda  akan bertemu bendungan air yang mengatur irigasi persawahan warga. Tak jauh dari situ anda tinggal menuruni bebatuan menuju air terjun gajahan.

air terjun gajahan dari atas
Sebaiknya ketika berkunjung kesana pada hari minggu karena air bendungan yang mengairi persawahan ditutup dan sepenuhnya dialirkan ke Air terjun gajahan sehingga tiga mata air yang terdapat pada air terjun akan lebih deras disbanding hari-hari biasa. Di bawah air terjun terdapat pohon yang tumbuh mencengkeram batu besar yang menambah keindahan air terjun gajahan. Sayangnya pada saat kami ke sana sedang musim kemarau sehingga daun pohon tersebut berguguran.

Turunan menuju air terjun dari sisi barat
Yang perlu diingat saat traveling adalah “selalu persiapkan perbekalan dengan matang”. Karena ini yang kami alami saat mengunjungi air terjun gajahan, bukan karena tidak membawa minum tapi baterai kamera kami ternyata low!... Alhasil kami harus cukup puas mengabadikan momen  menggunakan kamera ponsel. Dan selalu Ingat! Pasal pertama saat berwisata alam… “jangan mengambil apapun selain gambar!”.

Rute menuju Air Terjun Gajahan

Dari alun-alun kota tuban ke barat mengikuti jalur pantura Surabaya-semarang. Dalam perjalanan anda akan melewati Pelabuhan Semen Gresik (Semen Indonesia) yang ada di Tuban. Setelah itu anda akan memasuki kecamatan Tambakboyo yang terdapat lapangan dan puskesmas di sisi kanan jalan, setelah melewati indomart dan alfamart, perhatikan pertigaan yang ada tugu dengan lambang PKK pada kiri jalan. Jika kebingungan tanyakan letak “pertigaan mampon”.

Dari telon mampon perjalanan kurang lebih masih 16 KM. masuk keselatan terus sampai anda melewati beberapa desa yaitu desa Pulo, desa Sotang, desa Cokrowati. setelah Cokrowati lalu lewat desa Belikanget lalu desa Mander, lanjut desa Silir lalu belok kanan trus belok kiri sampailah di desa Ngulahan. Dari Ngulahan tinggal naik bukit tempat lokasi air terjun gajahan. 
salah satu jalan bercabang menuju air terjun gajahan

Jalur menuju air terjun gajahan tergolong lumayan sulit karena banyak terdapat jalan bercabang dan berliku, jadi selama perjalanan jangan sungkan untuk bertanya pada warga sekitar.